moto

BLOG'S "SAK ENENGE" IKI, ORA KANGGO NDADEKNE SENGSORO LIYAN....
OPO MANEH GAWE NGRUSAK LIYAN.....
NEK ONO GUNANE AYO DI JUPUK...
MENOWO ORA ONO GUNANE...
YO WIS...
OJO DILEBOKNE ATI....

UNGELAN PAMBUKO

SUGENG RAWUH SEDEREK SEDOYO....
MUGIO PINARINGAN RAHAYU
WILUJENG NIRSAMBIKOLO

Senin, 22 April 2024

Puji-Pujian - Syi’iran/Nadhoman - Kerepo ndongakne ahli kubur

Syi’iran/Nadhoman.
Kerepo ndongakne ahli kubur

 

Saben malem Jum’at wong kubur ono ing lawang.

Njaluk kiriman setengah ayat Al Qur’an.
Nanging sedulur ing ndunyo ora ngirimi.

Bali menyang kubur mbrebes mili tetangisan.

Terjemahan bebasnya adalah :
Setiap malam Jum’at ahli kubur ada dipintu.
Minta dikirimi setangah ayat Al Qur’an.
Tetapi saudara di dunia tidak mengirimi.

Kembali ke kubur menangis meleleh airmatanya.

Syi’iran diatas, dahulu sering kali didendangkan setiap malem Jum’at di langgar biasanya didendangkan oleh bocah-bocah setelah adzan maghrib. Menyimak syi’iran diatas benarkah ahli kubur kita, mungkin orang tua, nenek, kakek atau yang lainnya pulang ke rumah kita. Tentu jawabannya tidak, karena ahli kubur telah mendapatkan balasan amal ketika hidup di dunia. Dalam hal ini tentu  nikmat kubur atau siksa kubur yang berlaku di alam barzakh.

 

Syi’iran diatas sebenarnya bukanlah untuk mempercayai dan meyakini bahwa ahli kubur benar-benar pulang ke rumah. Namun  sebenarnya syi’iran tersebut secara halus untuk menyuruh ahli warisnya yang masih hidup untuk mendo’akannya.

 

Jika seseorang wafat maka putuslah amalnya, kecuali 3 perkara. Amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan. Cuplikan syi’iran “njaluk kiriman setengah ayat Al Qur’an” mempunyai makna bahwa ahli waris yang masih hidup agar selalu mendo’akan kepada ahli kuburnya.

 

Kenapa dalam syi’iran tersebut “saben malem Jum’at”?.  Kembali lagi ke cara berpikir kita. Bahwa mendoakan orang-orang yang kita hormati, cintai dan  sayangi lebih aldholnya setiap hari. Akan tetapi  pada malem Jum’at atau hari Jum’at yang merupakan sayyidul ayyam kata para ulama’, menganjurkan supaya memperbanyak amalan/doa di waktu tersebut yang merupakan batasan minimal mendoakan yaitu seminggu sekali. Sebagaimana sholat setiap hari dan khusus sholat hari Jum’at yang tidak ada sholat dzuhur apabila telah melakukan sholat Jum’at.

 

Makna dari syi’iran diatas adalah agar selalu mendo’akan. Terutama orang tua yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, mendidik dan menghidupi dengan cucuran keringatnya, yang saat hujan dan panas terik  tak dirasa karena mereka dituntut alam untuk mencukupi kehidupan keluarganya, jangan sampai ahli warisnya untuk tidak mendoakan apalagi melupakannya.

 

“Mikul dhuwur mendem jero” kata mbahe. Mikul dhuwur mempunyai makna meneladani dan meneruskan hal-hal yang baik yang telah dilakukan semasa hidupnya. Mendem jero adalah tidak mengungkit-ungkit kesalahanya semasa hidupnya dan menjadi kewajiban yang masih  hidup untuk menutup rapat aib dan dosanya.

 

Bahwa masyarakat kita lebih suka mendendangkan semacam suluk, tembang-tembang atau nadhoman atau sholawatan yang menurut mereka lebih mudah dipahami dan mungkin bisa merasuk ke hati dan juga sebagai syi’ar Islam. Sebagaimana tembang Mocopat yang digubah/dikarang oleh para wali, yang isi/makna dari tembang Mocopat tersebut adalah perjalanan hidup manusia dari alam ruh hingga alam barzakh. Syi’iran/nadhoman, suluk Mocopat bukanlah sekedar hanya tembang, tetapi lebih dari itu arti yang tersirat adalah pelajaran perjalanan hidup manusia.

 

Syi’iran atau nadhoman atau apalah namanya yang semacam itu membuat hati adem-ayem.  Serta mudah dicerna oleh orang awam tanpa harus menghakimi bahwa hal tersebut tidak ada tuntunan apalagi menyalahkannya.

 

Wallohua’laam.

.....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar