Wayang Kulit.
Gaya Bahasa : Sak
Unine
Lakon : Wahyu
Mahkota Raja.
Negara Ngamarto baru saja melaksanakan hajat besar.
Sebuah rapat untuk mengambil sebuah
keputusan siapa yang pantas menjadi raja di Negara Pringgondani.
Rapat menentukan bahwa 2 Putra terbaik yaitu putra Werkudoro
dan putra Kresno. Putra Werkudoro terpilih yaitu Gatotkoco dan putra Kresno
terpilih Bomo Narokosuro.
Ketika rapat sedang berlangsung, terdengar kabar kalau
Gatotkoco sedang sakit. Sakitnya Gatotkoco termasuk sakit yang misterius. Para
tabib seluruh Ngamarto terheran-heran kebingungan dengan sakitnya Gatotkoco
itu.
Kabar sakitnya Gatotkoco itu sampai ke telinga Bomo
Narokosuro . Didepan peserta rapat Bomo
Naroko Suro berpidato.
"Berhubung Gatotkoco sakit dan kepastian kesembuhan
belum bisa diprediksi maka saya yang menjadi raja di Pringgodani".
Peserta rapat kebingungan mendengar pidato Bomo Narokosuro
itu. Bagaimana mungkin keputusan rapat belum final, belum ketuk palu sudah
menetapkan dirinya menjadi raja.
Ditengah kebingungan para peserta rapat, terdengar kabar bahwa Gatotkoco telah sembuh
dari sakit misteriusnya. Maka para pengarep atau penggede Negara Ngamarto
memberi masukan kepada peserta rapat agar meneruskan rapat pembahasan siapa
yang pantas menjadi raja Pringgondani.
Ditengah kebuntuan mengambil keputusan atau _deadlock_ (kalau meminjam istilah
dari Senayan), maka calon kedua raja tersebut dipanggil untuk diadakan adu
kesaktian.
“Apakah saudara Gatotkoco bersedia adu kesaktian melawan Bomo Narokosuro..? Tanya peserta
rapat.
“Saya bersedia...” Jawab Gatotkoco.
“Apakah saudara Bomo Narokosuro bersedia adu kesaktian melawan Gatotkoco..? Tanya peserta rapat.
“Bersedia, kapan dan dimana tempatna..? Jawab Bomo Narokosuro.
“Sik..sik..... Sabar bro... saya koordinasi dulu dengan peserta rapat yang lain untuk menentukan waktu dan tempatnya..” Jawab salah satu peserta rapat.
“Iya...Jangan lama-lama...tangan saya keburu gatel..” Celetuk Bomo Narokosuro.
Maka peserta rapat berdiskusi dan menentukan waktu dan tempatnya. Diambilnya keputusan bahwa adu kesaktiannya pada hari Doro Kasih wuku Julungpujut tahun Dal tabuh 9 esuk.
“Saya bersedia...” Jawab Gatotkoco.
“Apakah saudara Bomo Narokosuro bersedia adu kesaktian melawan Gatotkoco..? Tanya peserta rapat.
“Bersedia, kapan dan dimana tempatna..? Jawab Bomo Narokosuro.
“Sik..sik..... Sabar bro... saya koordinasi dulu dengan peserta rapat yang lain untuk menentukan waktu dan tempatnya..” Jawab salah satu peserta rapat.
“Iya...Jangan lama-lama...tangan saya keburu gatel..” Celetuk Bomo Narokosuro.
Maka peserta rapat berdiskusi dan menentukan waktu dan tempatnya. Diambilnya keputusan bahwa adu kesaktiannya pada hari Doro Kasih wuku Julungpujut tahun Dal tabuh 9 esuk.
Maka dimulailah adu kesaktian kedua calon raja tersebut.
Gatotkoco matek aji begitu juga Bomo Narokosuro juga matek aji. Suasana adu kesaktian
sangat ramai, hiruk pikuk sorak sorai dipinggir lapangan. Kilatan cahaya
terlihat ketika aji-ajian kedua ksatria tersebut beradu. Suara jedar-jeder
seperti kembang api di angkasa terdengar begitu memekakkan telinga.
Kedua kesatria saling tendang, saling pukul. Kira-kira jam 12 siang, salah satu peserta rapat lewat pengeras suara memberikan pengumuman.
“ Pengumuman....berhubung sudah mendekati waktu dhuhur maka pertandingan untuk sementara waktu dihentikan...” kata salah satu peserta rapat.
Maka kedua ksatria yang sedang baku hantam tersebut menghentikan pertandingannya. Disela-sela berjalan menuju luar arena pertandingan kedua ksatria tersebut bercakap-cakap.
Kedua kesatria saling tendang, saling pukul. Kira-kira jam 12 siang, salah satu peserta rapat lewat pengeras suara memberikan pengumuman.
“ Pengumuman....berhubung sudah mendekati waktu dhuhur maka pertandingan untuk sementara waktu dihentikan...” kata salah satu peserta rapat.
Maka kedua ksatria yang sedang baku hantam tersebut menghentikan pertandingannya. Disela-sela berjalan menuju luar arena pertandingan kedua ksatria tersebut bercakap-cakap.
“Piye lee...kenek aji-ajiku mau...? Tanya Bomo Narokosuro.
“Rodok kemeng..kang. Pundak karo buthungku rodok njarem..” Jawab Gatotkoco.
“Lha nek kowe piye kang..kenek kaplokanku mau...? Tanya Gatotkoco.
“Waaaah...mak pet mripatku..., meh semaput..” Jawab Bomo Narokosuro.
“Yhoo wis...sampeyan neng nggon istirahat, aku tak neng nggonku istirahat...” Kata Gatotkoco sambil menepuk pundak Bomo Narokosuro.
“Oke...” Jawab Bomo Narokosuro singkat.
Setelah beberapa saat waktu dhuhur lewat, kedua calon raja
tersebut mendapat SMS dari peserta rapat. Bunyi SMS : “Harap segera
mempersiapkan diri, karena pertandingan sebentar lagi akan dilanjutkan”.
Tak lama kemudian kedua peserta adu sakti berjalan menuju
lapangan. Sebelum adu kesaktian tak lupa keduanya berdoa menurut agama dan
keyakinannya masing-masing. Ketika saling berhadapan keduanya saling membungkukkan
badan tanda saling menghormati. Persis seperti politikus ataupun pengacara. Di
televisi kelihatan cek-cok adu mulut, yang terkadang membangkitkan emosi
penonton, tetapi di luar televisi mereka bercanda, guyon. Seperti halnya Ruhut
Sitompul dan Hotman Paris Hutapea.
Maka tak lama adu kesaktian dimulai lagi. Mboh..aji-aji opo
sing dirapal oleh kedua ksatria tersebut. Kilatan cahaya dan bunyi gemelegar
dari aji-aji keduanya manakala saling bertubrukan dan keduanya saling
sempoyongan.
Setelah masuk waktu ashar tiba, pertandingan dihentikan. Lewat pengeras suara, salah satu peserta rapat mengumumkan.
Ditujukan kepada kedua calon raja, maka pertandingan adu kesaktian segera diakhiri. Untuk menentukan siapa yang layak menjadi raja, maka kami selaku panitia peserta rapat akan memutuskan nanti pada tanggal 22 Dino Doro Kasih wuku Watugunung Tahun Dal...” Demikian bunyi pengumunan.
Tancep Kayon.
Setelah masuk waktu ashar tiba, pertandingan dihentikan. Lewat pengeras suara, salah satu peserta rapat mengumumkan.
Ditujukan kepada kedua calon raja, maka pertandingan adu kesaktian segera diakhiri. Untuk menentukan siapa yang layak menjadi raja, maka kami selaku panitia peserta rapat akan memutuskan nanti pada tanggal 22 Dino Doro Kasih wuku Watugunung Tahun Dal...” Demikian bunyi pengumunan.
Tancep Kayon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar