moto

BLOG'S "SAK ENENGE" IKI, ORA KANGGO NDADEKNE SENGSORO LIYAN....
OPO MANEH GAWE NGRUSAK LIYAN.....
NEK ONO GUNANE AYO DI JUPUK...
MENOWO ORA ONO GUNANE...
YO WIS...
OJO DILEBOKNE ATI....

UNGELAN PAMBUKO

SUGENG RAWUH SEDEREK SEDOYO....
MUGIO PINARINGAN RAHAYU
WILUJENG NIRSAMBIKOLO

Sabtu, 06 November 2010

Duryudono Gugat - Cerita Wayang

Wayang Kulit 
Lakon : Duryudhono Gugat
Gagrag : Bukan Surakarta, Bukan Yogyakarta, Bukan Banyumas, Bukan Jawa Timur - Tapi Sak Senenge Dewe
Dalang : Ki Arep Gelemrono.

Tersebutlah Negeri Astinopuro dengan raja bernama prabu Duryudhono. Beliau hari-hari belakangan ini sedang naik pitam, hal ini ora liyo-ora seje, yo mung mergo kekalahan timnas Sepak Bola Hastinopuro yang kalah telak melawan timnas negeri Urunggawe. Dengan kekalahan tersebut, dipangillah para punggawa negeri Astino untuk diadakan rapat evaluasi kinerja KONA (Komite Olahraga Nasional Astino) dan PSSA (Persatua Sepakbola Seluruh Astino).

Dengan suara agak berat, setengah marah,  prabu Duryudhono berkata, “Anda-anda telah menyaksikan betapa persepakbolaan negeri Astino tak berdaya, menghadapi kesebalasan yang tangguh dari negeri seberang. Sebenarnya hati saya mangkel bercampur getem-getem, melihat kasunyatan bahwa kesebelasan Astino terseok-seok, tapi hal itu cukup saya pendam dalam hati, sementara lahir saya menerima keadaan itu”.



“Namun yang penting lagi,  saya meminta klarifikasi mengenai kegagalan timnas tersebut kepada seluruh pemangku jabatan keolahragaan, dalam hal ini Komite Olahraga Nasional Astino, khususnya Persatuan Sepakbola Seluruh Astino, kenapa hal tersebut bisa terjadi”, tambah Duryudhono.

Oalah loleeeee-lole kathok kolor monyor-monyor...! Sang prabu, sebenarnya yang paling bertanggung jawab mengenai hal ini adalah adi Cuni, karena dana yang besar telah digolontorkan untuk membangun persebakbolaan negeri Astino ini, namum apa hendak dikata sang prabu, semua harapan tinggal harapan, cita-cita yang muluk, akhirnya, toh…menukik juga sebelum menjadi kenyataan, apa kira-kira kita ini tidak usah saja mempunyai cita-cita punya sepakbola yang maju”, kata pendhito Durno. “Ah…Tapi rasanya gak adil jika stadion-stadion ditiap kota dibangun mentereng, tapi miskin prestasi, sebut saja stadion Banjarjunut, stadion Sukolimo tempatku, semua kelihatan mewah, tapi belum ada piala satu-pun yang ada dilemari, kecuali cuma tanda tangan prabu Suyudhono dibatu marmer peresmian”, lanjut Durno.

Wakne nggondhel Kakang Durno, janganlah sampeyan berkata seperti itu, ucapanmu itu sama artinya menyindir aku, menusuk hatiku, seakan-akan kegagalan sepakbola Astino ini disebabkan oleh Sengkuni, ketahuilah bahwa sebagai ketua PSSA saya telah menjalankan program-program  dengan baik, cermat, teliti, dan simultan”,kilah Sengkuni  nyontek kata-kata pejabat sambil nyrupuk wedhang didepannya.

“Saya tahu itu adi Cuni..(begitu Pendito Durno biasa memanggil Patih Sengkuni), tapi kenapa sepakbola kita selalu gagal dan gagal jika berhadapan dengan kesebelasan negara-negara seberang jauh. Kalo kalah pasti pakai alasan yang klasik : kalah jam terbang-lah, kalah skill-lah, kalah kelas-lah, kalah fisik-lah. Terus mau pake alasan “lah” apa lagi”, kata Durno.

Apa mau pake alasan kurang dana..? Klo alasannya itu, pasti semua pengurus meng-amin-inya. Karena bisa menciptakan proyek baru”, lanjut Pendito Durno sambil mengisap rokok jarum 76, kesukaannya.  
“Sebentar Kang Durno, itukan hanya pertandingan persabahatan, uji coba kang…! ingat…! Uuu-jiii cooo-baaa, bukan merebutkan piala atau hadiah duit”,sela Sengkuni.

“Apakah tidak bisa, kesebelasan kita ini, paling tidak  bermain imbang, bukannya menjadi bulan-bulanan kesebelasan lawan. Ah..! Malu rasanya, saya sebagai ketua KONA…! Adi Cuni tahu sendiri khan..!, begitu marahnya prabu Duryudono kepada kita, karena hancurnya sepakbola negeri kita ini. Dulu waktu pemilihan ketua PSSA sebenarnya saya sudah males milih sampeyan adi Cuni, karena jalan pikiranmu stagnan, jalan ditempat, gak maju, gak kreatif, kuno, gak punya visi dan misi yang jelas dan maton.  Inilah klo ketua dipilih hanya manut grubyug, sendiko dhawuh, kumaha’ juragan wae. Dengan kegagalan timnas ini, siapa yang bertanggungjawab. Apakah kira-kira dengan mlempemnya timnas Astino ini, adi Cuni gak lengser saja sebagai ketua PSSA dari pada bikin malu grup..! kata Pendito Durno kepada Patih Sengkuni, sambil tangannnya membuang puntung rokok ke asbak yang memang sudah gak bisa di isap lagi.

Kakang Durno, saya disuruh lengser..? hehehehehe ember…! Janganlah persoalan ini dibawa ke ranah politik, masa’ gagal sekali aja, dikit-dikit lengser, dikit-dikit lengser, lengser kok sedikit, emang gue cowok apaan….? emang gampang apa nglengserin orang, emang gampang apa meng-impeachmen orang…… klo aku sih dilengserkan ya monggo diganti ya gak jadi masalah, saya gak takut jadi pengangguran kang, karena memang bisnisku sudah bejibun, peternakanku juga banyak, mulai dari peternakan semut sampai perternakan gajah saya punya”, timpal Sengkuni.

“Tapi itu bentuk dari tanggungjawabmu, tau…! sergah Pendito Durno sengit. “Coba bayangkan, sudah berapa kali kita datangkan pelatih impor untuk membangun sepakpola negeri Hastino ini. Berapa juta duit negara ini untuk menghidupi seorang pelatih impor itu. Daripada kalah mulu’, mending gaji pelatih impor itu dibelikan krupuk, khan enak,  seluruh negara ini bisa menikmati krupuk yang gurih itu”, sindir Durno.

“Jadi dengan kegagalan timnas itu, apa kira-kira yang perlu diperbaiki untuk kemajuan timnas Astino ini’, tanya Sengkuni, sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya gak gatal.

“Bagaimana sih adi Cuni ini, khan… sudah menjadi tanggungjawabmu, sudah menjadi kewajibanmu memajukan sepakbola negara ini, jangan tanya saya dong, dulu kamu dipilih  tentu pikiranmu maju 20 tahun…! Lha kok sekarang malah bingung, malah tanya, lha kalo saya kasih solusi, emang gajimu sebagai ketua PSSA mau separo untuk aku ? kilah Durno.

Oalah… kang Dur, kang Dur, wong dimintai solusi aja kok pake duit”, sela Sengkuni sambil minum air mineral di depannya.  “Ya iyalah…emang dulu sekolah bayar pake robekan koran, sekolah mahal tau,” jawab Durno enteng sambil nyumet rokok jarum 76 nya.

Tapi kang Dur…saya kurang setuju dengan omongan kang Durno, menyinggung-nyinggung  masalah gaji, itu tidak etis kang, apalagi diutarakan dipasewakan agung ini”, sela Sengkuni.

Adikku adi Cuni yang ganteng dewe………, klo saya sebutkan nominalnya itu baru tidak etis, tapi ini kan sekedar cubitan saya kepada dinda, sebagai rasa cinta saya pada adi Cuni, ikut nandhang prihatin dengan keadaan ini, karena adi Cuni-lah yang membawahi PSSA ini. Adi Cuni biar eling, cepat sadar, bangun dari buaian mimpimu yang pernah kamu ucapkan ketika mencalonkan ketua PSSA dulu. Coba deh kamu pikir sekali lagi….! selama kamu jadi ketua PSSA, prestasi apa yang sudah direbut tim sepakbola Astino ini. Tengoklah kotak untuk menyimpan piala atau medali olahraga bulu tangkis, lumayanlah…. Coba kamu bandingkan kotak untuk menyimpan piala atau medali untuk sepakbola yang ada disampingmu itu, kotak sebesar itu kok cuma ada satu piala dan  3 medali… selebihnya apa coba, lihat…! debu, yang office boy-mu aja sudah males ngebersihinnya, masa’ lemari untuk koleksi bukti prestasi isinya kok kecoak, tikus sak anak’e pisan nguyuh ngising neng konosawang onggo-inggi, kolomonggo mlumpuk neng kono pating crenthel mirip rumah tua, ato jangan-jangan malah ada kuntilanaknya disitu, pikir dong pake otak…jangan mikir pake atik, klo kamu tidak ingin dimarahi bapaknya si Atik,” ketus Durno.

Kakang Durno… pasewakan agung ini emang untuk menghakimi saya to kang…? Tanya Sengkuni. “Kenapa sih…tiap  kegagalan sepakbola saya terus yang jadi sasaran”, lanjut Sengkuni.

Oalah loooleee lole, kathok kolor monyor-monyor… emang adi Cuni yang pantas jadi sasaran, karena adi Cuni yang bertanggung jawab terhadap roda persepakbolaan Astino, karena Astino sudah menggaji sampeyan lho adi Cuni, banyak fasilitas yang diberikan padamu adi - ku…emang mau anakku si Aswotomo dijadikan sasaran”,  bantah Durno.

“Sudah, sudah, sudah….gak ada manfaatnya kalo hanya saur manuk, debat kusir seperti ini, gak jelas jluntrungannya”, bentak prabu Duryudhono. “Pokoknya saya gak mau tahu, dana besar sudah terkuras, sepakbola negeri Astino harus maju, menjadi macan di kasawan ujung laut, bukan menjadi kelinci percobaan”, ketus Duryudono. “Sekarang rapat ditutup, silakan eyang Durno dan paman Sengkuni memikirkan persepakbolaan negeri Astino ini” kata prabu Duryudono.

Tak lama setelah menghabiskan air mimum didepannya,  prabu Duryudono balik klepat meninggalkan pasewakan agung itu, gak tahu mau menghadiri rapat dimana lagi. Karena sudah menjadi kebiasaan, prabu Duryudono kerjaannya dari rapat ke rapat di setiap sa’at.

Setelah rapat ditutup, pendito Durno dan patih Sengkuni meninggalkan pasewakan agung.  Ketika berjalan belum begitu jauh, di depan pintu gapura bertemulah dengan Citraksi dan Durmogati yang walapun sudah siang masih kalungan sarung.

“Darimana kamu Citraksi…?, tanya Sengkuni. “Deddd….dari tottt…toko lek, bebb…beli..rrrrroo”, jawab Citraksi. “Wis...wis….aku tahu maksudmu, napas saja kamu itu susah, apalagi ngomong”, sela Sengkuni.

“Trus…Durmogati… darimana juga kamu, jam segini baru nongol”, tanya sengkuni.

“Dari warungnya yu Cangik lek, ngombe wedhang neng kono, mergane  ndasku mumet, mikirne kesebelasane dewe sing kalah akeh,  lha kae, kang Dursosono yo lagi neng kono ngombe kopi campur jahe nunggu sampeyan,”  jawab Durmogati.

“Ngapain kakangmu Dursosono nunggu saya”, tanya Sengkuni.

“Dia minta disuruh ntraktir lek, tadi sampeyan dipanggil kakang Duryudono katanya dikasih bonus,” sahut Durmogati.

“Bonus…bonus…! bonus dengkulmu mlicet kuwi”, jawab Sengkuni sambil manyun kayak bemo, yg memang wajahnya manyun dari sono-nya.


((((((( TANCEP KAYON ))))))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar