moto

BLOG'S "SAK ENENGE" IKI, ORA KANGGO NDADEKNE SENGSORO LIYAN....
OPO MANEH GAWE NGRUSAK LIYAN.....
NEK ONO GUNANE AYO DI JUPUK...
MENOWO ORA ONO GUNANE...
YO WIS...
OJO DILEBOKNE ATI....

UNGELAN PAMBUKO

SUGENG RAWUH SEDEREK SEDOYO....
MUGIO PINARINGAN RAHAYU
WILUJENG NIRSAMBIKOLO

Senin, 06 Juni 2011

Sak Senenge Dewe

Wayang Kulit

Lakon  :  Gonjang-ganjing Astino
Gagrag :  Bukan Surakarta, bukan Yogyakarta, bukan Banyumasan, bukan Jawa
             Timuran, tapi sak senenge dewe.
Dalang  :  Ki Arepgelemrono


Tersebutlah dinegeri Astino yang diperintah oleh prabu Duryudono, seorang raja yang “BĚR BONDO, BĚR BANDU. BĚR BONDO berarti kaya raya, dengan emas picis rojo brono yang tak terhitung jumlahnya, serta simpanan deposito diberbagai bank nasional maupun bank asing. BĚR BANDU berarti kaya saudara, karena memang raja tersebut memiliki saudara yang banyak, yang berjumlah 99 orang.


Akhir-akhir ini prabu Duryudono agak kecewa, hal tersebut terjadi karena salah satu pengikutnya yang bernama Nirjomurko disinyalir menjadi makelar proyek, yang agak mencengangkan ialah proyek pembangunan omah atlet di wilayah Banjarjunut, sebuah wilayah dengan gubernurnya raden Dursosono. Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum, bahwa Nirjomurko tersebut menjadi makelar proyek hingga ke pelosok-pelosok daerah. Kasarannya rembug adalah menjadi makelar, baik yang dibiayai APBN maupun APBD.



Maka dipanggilnyalah para pembesar Astino, yang antara lain : patih Sengkuni, pandito Durno dan panglima perang Astino adipati Karno.

Untuk membahas masalah tersebut, maka diadakan rapat intern yang tidak boleh disebarkan ke media dan menjadi konsumsi umum, karena hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi prabu Duryudono yang akan mengurangi kepercayaan rakyat Astinopuro.

Dengan suara agak berat, prabu Duryudono berkata : ”Saya mendengar dan menyimak melalui media cetak dan media elektronik, termasuk situs dan internet bahwa Nirjomurko menjadi makelar proyek, yang sampai saat ini, dia pergi ke negeri seberang, benarkah berita tersebut…?

Dengan kalimat seperti itu, patih Sengkuni, pandito Durno dan adipati Karno bingung, karena rapat yang tidak seperti biasanya. Sebab kalau biasanya hanya menyampaikan laporan kemajuan “progres report” pembangunan secara umum negara Astino, tapi ini kok membahas yang lain dari pada yang lain. Maka ketiga orang tersebut hanya saling pandang, saling jowal-jawil satu sama lain dan tak tahu apa yang terjadi pada diri Nirjomurko tersebut, karena memang beda wilayah kerja.

Dengan suara agak semu ketakutan, pandito Durno berkata : “Sinuwun, saat ini, kami bertiga agak kaget, kaget karena rapat diadakan dadakan serta membahas yang lain dari pada yang lain sehingga untuk bahan rapat ini, saya tidak mempunyai persiapan apa-apa, karena tugas saya hanya memberi wejangan kepada punggawa keraton Astino”.

Semanten ugi kulo kakang prabu, tugas saya hanya menjaga persatuan dan kesatuan juga menjaga kedaulatan negeri Astino, jadi untuk hal ini, mohon maaf, saya kurang mengetahuinya”, kata Adipati Karno.

“Adipati Karno dan pendito Durno kok pura-pura tidak tahu, bukankah sampeyan-sampeyan adalah pembesar Astino, suatu hal yang mustahil jika tidak tahu kejadian tersebut”, kata Patih Sengkuni yang pura-pura tahu, padahal tadi juga lingak-linguk ketika prabu Duryudono menyampaikan hal itu.

“Adi Cuni, saya ini pendito, tentu saya mengatakan yang sebenarnya, jika tahu saya katakan tahu, jika tidak tentu saya katakan tidak, siji lathi-siji ati…mengkono paribasane wong bagus adiku Cuni…”, kata Durno agak sengit.

“Saya juga begitu paman Sengkuni, saya ini satrio dan juga panglima perang Astino, mana mungkin saya membohongi koko prabu Duryudono…karena saya terikat dengan kode etik keprajuritan serta terikat pada sapta marga”, kata Adipati Karno.

Ingsun tahu, bahwa Pandito Durno tak pernah bohong pada saya, sama juga halnya dengan prabu Karno, yang netepi jiwa kesatria, jadi tak mungkin kalau adipati Karno juga berbohong pada saya”, kata Duryudono.

“Mengenai masalah ini, saya minta bantuan rembug kepada paman Sengkuni, pendito Durno dan adipati Karno, bagaimana masalah ini cepat selesai dan tidak menimbulkan hilangnya kepercayaan rakyat Astino pada diri saya”, kata Prabu Duryudono.

“Begini koko prabu…, saya sebagai panglima perang, akan meminta BIN untuk menelusuri keberadaan Nirjomurko, yang katanya konon berada di luar negeri. Jadi BIN dengan bantuan intelijen MONCRAD dari negara Isroko dan juga bantuan intelijen CIA-lan dari negara Ambruko untuk mengendus keberadaan Nirjomurko tersebut, juga meminta kepada para duta besar negara Astino yang berada diluar negeri untuk mencekal dan mencabut passpor Nirjomurko serta menangkap Nirjomurko tersebut untuk segera dipulangkan ke negara Astino”, kata Adipati Karno.

“Oooalah…loleee…loleee…kathok kolor monyor-monyor (begitu menurut pakemnya jika pendito Durno akan memulai pembicaraan). “Sang prabu…, menurut penerawangan saya sebagai pendito, Nirjomurko tidak akan pulang ke negeri Astino, karena menurut riwayat dan sejarah hidupnya, Nirjomurko akan kembali ke tanah leluhurnya, sebab Nirjomurko bukan asli rakyat Astino”, kata Pendito Durno.

“Wakne nggondel… sampeyan ojo mung asal njeplak, ngomongo nganggo waton, ojo mung waton ngomong, menowo penerawangan kuwi… bener lan lupute sik akeh lupute, iki perkoro nigiri…eh salah…negoro lho, tohtohane jabatan… nek salah opo gelem kowe dilengserne tanpa hormat”, kata Sengkuni kepada pandito Durno.

“Lho…aku iki omong berdasarkan kebatinan saya lho adi Cuni…, soalnya kebatinan terkadang lebih tajam daripada yang bersifat dugaan dan ramalan, dan harus diketahui bahwa penglihatan kebatinan itu jauh berbeda dengan ramalan”, kata pendito Durno.

“Lha kalau penglihatan kebatinan jauh berbeda dengan ramalan…,  saya setuju kakang Durno, tapi terus terang saya ini ragu akan ilmu kebatinanmu itu, karena dari cerita lakon wayang yang sudah-sudah, ilmu kebatinanmu tidak pernah nyangkut sedikitpun, semua luput suwuk, ora mandhi, ora ono sing cespleng…”, kata Sengkuni.

“Ooooalaah loleee-loleee, kathok kolor monyor-monyor…, adi Cuni opo ora ngerti, Werkudoro lan Janoko…, bocah 2 kae muridku sing pethingan kabeh…, njajal…, saiki sopo sing ora ngerti kondange Werkudoro karo Janoko, sopo gurune……, aku…, yo Durno iki…”, sangkal Durno.

“Wakne nggondel…, murid pinter lan ora kuwi ora gumantung marang gurune, nanging gumantung marang pribadine dewe-dewe si murid kuwi…, senajano gurune profesor, nek murid’e dhedhel pikirane…, yo tetep wae goblok…, ora bedo muridmu poro kurowo kae…, mosok golek ilmu sangune kartu remi menowo pas jam pelajaran kosong main karo kancane…, nek ora ngono kepruk-kepruk’an karo kelas liyane…, sekolah mung guyon thok, ulangan nurun kancane, muleh sekolah golek colongan pelem…, opo maneh sing jenenge Citraksi karo Durmogati…wis…sekolah malah ngiler neng bangku…, murid opo kuwi”, kata Sengkuni.

“Sudah…sudah…jangan saur manuk seperti itu…, ngomong nggak jelas masalahnya apa”, sergah Duryudono. “Bukankah rapat ini membahas tanggungjawabnya Nirjomurko…, kenapa nggladrah sampai Werkudoro dan Janoko…”, lanjut Duryudono.

“Nyuwun pangapunten sinuwun… niki wau hanya minta klarifikasi apa yang dikatakan paman pendito Durno, sekalian membetulkan apa yang dikatakannya, tak lebih dari itu…”, kata Sengkuni.

“Adi Cuni…kok banget eram kowe anggonmu ngasorke pendito Durno neng ngarepe prabu Duryudono, opo kowe mung arep golek nama, supoyo bayaran sasenmu mundak…, opo yo ngono…!”, ketus Durno.

Sekarang bagaimana menurut paman Sengkuni dengan situasi seperti ini…”, tanya Duryudono.

-----
Patih Sengkuni yang ketika itu matanya sayup-sayup ngantuk, menjadi kaget setelah mendengar pertanyaan dari prabu Duryudono. Dia tidak menyangka kalau sang prabu Duryudono meminta pendapat patih Sengkuni. Dengan segala cara dan jalan pikiran Sengkuni, dia menyusun kalimat yang seakan-akan memberi jalan keluar bagi prabu Duryudono, padahal apa yang disampaikan Sengkuni adalah bumerang bagi prabu Duryudono sendiri. Sudah menjadi pakemnya, bahwa watak Sengkuni tersebut adalah mengadu domba, menjelekkan satu sama lain, tak sesuai apa yang diucapkan dengan apa yang dihatinya, memusuhi apabila tidak sependapat dengannya. Intinya bahwa Sengkuni itu ciri dari orang munafik. (kalau gak salah lho…wong ini juga copy paste dari mas dalang…… Dilanjut ya wayangnya… hehehehehehe).
-----

Kata Sengkuni : “Sang prabu…, menurut saya,  biarkan saja urusan Nirjomurko ini menjadi urusan penegak hukum lainnya. Bukankah mereka juga dibayar oleh negara, mengapa kita ikut pusing memikirkan nasib Nirjomurko, bukankah sang prabu sendiri juga tahu siapa Nirjomurko itu, bukankah dia termasuk salah satu pengurus perkumpulan yang diadakan sang Prabu sendiri…., saya malah khawatir sang prabu, jika dia ditangkap…, nanti malah nyanyi yang gak karuan, karena saya yakin, walaupun dia makelar, tapi hasilnya juga sebagian lari ke perkumpulan tersebut. Malah kalau bisa…, Nirjomurko tidak usah diadili, tidak usah dikenakan sanksi apalagi hukuman…, masalah Nirjomurko lebih baik diselesaikan lewat jalur politik, bukan jalur hukum, karena saya kira Nirjomurko juga tidak bersalah, seorang makelar apanya yang salah, karena dia cuma ingin mendapatkan fee dari makelarnya itu…”..

“Sang Prabu…, justru kita menyalahkan kenapa yang punya proyek kok mau saja dimakelari…, atau dicoba saja untuk mencari kambing hitam pada tataran yang lebih rendah. Juga tidak menutup kemungkinan sang prabu, kita menyuruh Dursosono atau Aswatama untuk membuat huru-hara di Astino ini, biar masalah yang satu belum selesai sudah timbul masalah yang baru untuk mengalihkan perhatian pada rakyat Astino, bukankah media di negeri Astino ini juga hanya memberitakan hal-hal yang baru…? Bukankah kasus LAPINTELU, kasus Bank Peceren, kasus Ganyong Tambahan, kasus Milindo Dear, kasus pemilihan deputi gubernur Bank Astino juga kasus selingkuh para petinggi Astino belum juga  selesai hingga sekarang dan tak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar….? Tambah Sengkuni.

Tak sepatah katapun keluar dari mulut prabu Duryudono untuk menanggapi usulan patih Sengkuni. Akhirnya prabu Duryudono mengucapkan terima kasih kepada punggawa Astino, dan rapat dadakan tersebutpun ditutup.

TANCEP KAYON

Tidak ada komentar:

Posting Komentar